“Cinta Itu Buta”, ah yang bener..?!


“Tidak ada cinta buta di dunia ini”, setidaknya itu yang kuingat dari obrolan dengan beliau saat jalan pulang dari masjid ke kantor. Saat aku selesai menceritakan tentang Un yang telah lolos tes masuk jadi perawat di salah satu rumah sakit perusahaan di kota Serang. Aku yang saat itu masih kepikiran bagaimana bisa menjalin hubungan dengan baik walau dipisah jarak.

Beliau adalah rekan kerjaku. Bapak dengan dua anak yang lucu-lucu. Tak kuduga menyimpan cerita yang sungguh memberikan pelajaran. Bahwa betapa kerja keras dan komitmen itu nggak cukup untuk mempertahankan hubungan yang sudah akan menuju jenjang pernikahan. Saat beliau berumur 25 tahun, beliau bekerja di sebuah perusahaan di luar Jawa, sedang calon istrinya berada di Jawa.
“Lingkungan keluarga itu berpengaruh, yang namanya wanita pasti akan mudah kepengaruh apalagi oleh keluarganya sendiri”, ujarnya pada awal pembicaraan.
Keluarga sang calon istri beliau, memberikan alternatif calon suami kepadanya setelah lama dirasa tidak ada perkembangan dalam hubungan mereka. Sang calon istri kemudian dengan berat hati memberitahukan kepada beliau tentang apa yang sebenarnya terjadi. “Aku ditanya sudah siap atau belum, kalo udah ayo segera menikah. Tapi saat itu aku siap-siapan (belum siap-pen). sampe akhirnya calon istriku dulu ditembung orang”, ungkapnya dengan nada sedikit ceria, mencoba menutupi kekecewaan yang saat itu dirasakannya.

Mungkin banyak orang berpendapat sakit hati yang dirasakan seorang Lelaki itu lebih ringan dari pada rasa sakit yang dirasakan oleh wanita. Saya (sebagai lelaki) tidak bisa menyalahkan pendapat itu, mungkin yang bikin pendapat adalah wanita. Tapi yang jelas, sakit hati karena ditinggalkan (extrimnya dikhianati) oleh orang kita sayangi adalah sangat berat bagi saya. Mungkin karena cowok jarang mengekpresikan perasaannya maka orang bilang tidak begitu ngefek. Tapi saat saya pernah dikhianati oleh orang, perasaan yang dulunya sayang dan suka, berubah menjadi benci, marah dan frustasi. Benci karena orang selama ini bersama kita, membagi kisah bersama akhirnya meninggalkan kita, marah karena kepercayaan yang kita tempatkan di dirinya musnah dan menjadi suatu yang tidak penting, frustasi karena terus mencari kesalahan pada diri kita, apa yang telah kita lakukan sehingga dia pergi.

Komitmen dan janji memang nggak cukup, yang lebih utama adalah kemampuan harta dan status sosial. Dua hal terakhir ini yang sayangnya belum aku punya. Keinginan untuk menikah adalah hal yang baik. Sayangnya lingkungan dan keluarga tidak mendukung tujuan yang baik ini. Kadang kala pergaulan sosial dan keluarga memandang orang itu sudah siap kalo udah punya pekerjaan yang mapan, menjadi PNS atau memiliki rumah. Apakah benar pendapat ini? saya rasa tidak. Menurut saya, hal ini hanya ketakutan akan kekurangan harta dan terlalu mendengarkan apa kata-kata orang dan tidak sesuai dengan apa yang terjadi saat ini.

Lihatlah sekarang, godaan ada dimana-mana. Wanita-wanita memamerkan aurat ada dimana-mana. Celana mini dan gadis bertangtop berkeliaran di setiap mata memandang. Kita lihat televisi, betapa lebih banyak kepalsuan dan pornografi disana. Orang jualan kondom, dan alat “keperkasaan” semakin berani. Acara musik yang memberikan tontonan goyang erotis semakin mudah diakses di Televisi. Internet juga penuh pornografi dan menjadi inkubator kehancuran moral kalau tidak mampu menahan diri. Dan orang tua hanya bisa bilang, “puasa-puasa” tanpa memberikan tuntunan dan contoh nyata.

Alangkah indahnya saat orang tua memberikan dukungan moral dan material saat anaknya ingin menikah. Memberikan dorongan segera menikah agar terhindar dari potensi dosa dan kemungkinan kerusakan ahlak. Memberikan tips-dan-trik bagaimana membina keluarga. Mungkin saat menikah kedua pasangan belum punya cukup materi, tapi Allah SWT telah memberikan bantuan dengan memberikan tambahan rejeki saat telah menikah, dan kadar pahala menjadi utuh saat sebelumnya baru separo, serta meningkatkan derajat seorang pemuda/pemudi. Allah SWT juga memerintahkan bahwa paling utama dalam pemberian sodaqoh adalah kepada keluarga sendiri, dan anak adalah keluarga yang paling dekat sebelum sanak saudara atau kemenakan. Alangkah pas-nya aturan-aturan ini. Subhanallah.

Apakah pemikiran saya ini salah?

9 thoughts on ““Cinta Itu Buta”, ah yang bener..?!

  1. tidak salah pak…
    pemahaman anda benar2 mengajarkan saya bahwa menikah adl suatu IBADAH…

    …….dan pemikiran lain d’luar itu smua, hanya mrpk ketakutan dan kelemahan sbg s’org manusia untuk berjuang atas nama IBADAH…
    apakah anda setuju dgn saya?

  2. ya setuju saya setuju dengan anda.
    menurut saya, semua pemikiran itu berlandaskan atas kondisi. pemikiran yang tepat dan benar akan tetapi di laksanakan pada kondisi yang tidak tepat ya nggak betul namanya..
    kok manggil saya pak.. tumben?

  3. Aku yo ra doyan ….
    😀 ha ha …
    Nglantur

    Btw, petuahe mantep
    Udah pantes keknya kamu jadi bapak phi

Leave a reply to niez Cancel reply